Thursday, August 11, 2011

Terbang Bersama Sang Layang-layang




Hore, Hari Baru! Teman-teman.
“Biarkan hidup mengalir seperti air,” begitulah nasihat yang sering kita dengarkan. Namun, ada kalanya aliran air tidak membawa kita ke tempat yang semestinya. Maka mulailah kita mempertanyakan banyak hal. Sewaktu dihadapkan pada situasi sulit, kita mempertanyakan; mengapa Tuhan membiarkan saya mengalami ini? Saat dituntut untuk mengikuti aturan, kita menggugat; mengapa saya tidak diberi kebebasan? Ketika mengalami kehilangan, kita menghujat; mengapa saya tidak bisa memilikinya selamanya? Kadang kita merasa bosan mengikuti aliran air, sehingga kemudian kita bertanya; bisakah kita terbang saja?
Salah satu mimpi masa kecil yang sering hadir dalam tidur saya adalah saat bermain layang-layang. Tadi malam pun saya memimpikan hal itu lagi. Pagi ini saya bertanya-tanya, mengapa saya sering memimpikan tentang layang-layang? Saya tidak bisa melepaskan diri dari pertanyaan itu meski telah berusaha untuk melupakannya. Di kamar mandi, di ruang tivi, di depan komputer. Kepala saya hanya dipenuhi oleh pertanyaan;’mengapa harus bermimpi tentang layang-layang?” Saya belum benar-benar terpuaskan hingga menemukan bahwa layang-layang menyembunyikan berbagai isyarat tentang kehidupan. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar terbang bersama sang layang-layang; saya ajak untuk memulainya dengan memahami 5 sudut pandang Natural Intelligence berikut ini:


1. Untuk bisa terbang tinggi kita membutuhkan tempaan. Layang-layang hanya bisa terbang jika ada angin yang menerpanya. Coba ingat-ingat kembali, bukankah sewaktu kecil dulu Anda kecewa jika disore hari tidak ada angin untuk menerbangkan layang-layang Anda? Hidup kita kira-kira juga demikian. Angin yang bertiup kencang itu tidak ubahnya dengan terpaan yang menempa hidup kita. Kita sering mengira bahwa kehidupan yang serba tenang itu jauh lebih baik. Lebih nyaman mungkin iya. Tetapi lebih baik? Belum tentu. Justru dalam kehidupan yang serba tenang dan nyaman, kita tidak terdorong untuk mengerahkan segenap kemampuan yang kita miliki. Bayangkan ketika segala sesuatunya dalam hidup Anda sedang baik-baik saja. Bukankah Anda tidak tertarik untuk berkeringat lebih banyak? Padahal, boleh jadi dengan berkeringat itulah justru kegigihan diri Anda semakin teruji. Rasa syukur Anda tergali. Dan nilai empati Anda kepada orang lain menjadi semakin tereksplorasi. Layang-layang membutuhkan terpaan angin untuk bisa terbang tinggi. Kita, membutuhkan tempaan dan ujian kehidupan untuk bisa naik kepada tingkatan nilai pribadi yang lebih tinggi. Maka saat memasuki masa-masa yang penuh dengan ujian dan cobaan, mungkin kita perlu lebih banyak bersyukur. Karena kita punya kesempatan untuk bisa terbang lebih tinggi.
2. Untuk bisa bertahan kita membutuhkan kendali dan aturan. Apa yang terjadi jika benang itu terputus? Layang-layang Anda akan hilang, bukan? Dia membutuhkan benang yang mengikatnya untuk bisa terbang dengan baik. Benang yang mengendalikan dan memberinya arah untuk berbelok ke kanan, ke kiri, atau bahkan berputar. Pendek kata, layang-layang itu membutuhkan alat pengendali yang mengaturnya. Bayangkan jika hidup kita dibiarkan tanpa kendali. Kita mengira bisa terbang bebas? Tidak. Justru kita membutuhkan sesuatu yang mengendalikan hidup kita. Sistem nilai, tatanan sosial, struktur kemasyarakatan, atau seperangkat peraturan yang mesti kita patuhi. Keliru jika kita mengira hidup akan lebih baik tanpa aturan. Mengapa? Karena orang-orang kuat cenderung bernafsu untuk mengambil keuntungan paling banyak. Sedangkan orang-orang lemah cenderung diinjak-injak. Tanpa aturan, kita cenderung bertindak sesuka hati. Yang penting tujuan kita tercapai. Perhatikan kembali layang-layang yang talinya terputus itu. Apakah dia terbang makin tinggi? Mungkin. Ketika angin memihak kepadanya. Tetapi setelah angin berhenti bertiup, dia akan jatuh tanpa ada yang memperdulikannya lagi. Seperti itulah hidup kita, jika tanpa kendali dan aturan.
3. Hidup adalah tentang menarik dan mengulur. Apa asyiknya bermain layang-layang jika dia hanya dibiarkan diam. Kenikmatannya justru kita rasakan ketika kita menarik dan mengulur benang nilon yang mengikat layang-layang itu. Dengan tarikan itu dia bisa berbalik arah atau melakukan manuver-manuver yang mengagumkan. Lalu kita ulur lagi, tarik lagi, dan ulur lagi. Kadang dia menjauh, kadang mendekat lagi. Hidup kita tampaknya juga begitu. Ada begitu banyak hal dalam hidup kita yang pergi menjauh. Kita sering sedih karenanya. Ada banyak hal lain yang datang mendekat. Kita sering merasa berat menerimanya. Padahal hidup memang tentang mendekat dan menjauh. Datang dan pergi. Timbul dan tenggelam. Begitulah hidup yang sesempurna-sempurnanya. Yaitu hidup yang memiliki kelengkapan dinamika yang dimainkannya. Tidak ada orang yang hidupnya bahagia terus, percayalah. Bahkan mereka yang hartanya melimpah ruah. Warna dalam kehidupan tidak didapatkan dari kehidupan yang serba nikmat. Faktanya, kenikmatan yang kita miliki sering kehilangan makna jika kita tidak pernah tahu ‘tidak nikmat’ itu seperti apa. Sesuap nasi yang kita kunyah, akan terasa lebih nikmat jika kita baru saja merasakan betapa perihnya tidak memiliki makanan. Nikmat sehat tubuh ini justru mulai benar-benar kita sadari setelah kita diberi sakit. Keindahan hidup terletak pada kombinasi tarik dan ulur itu.
4. Belajar untuk terbang dalam keindahan. Dulu, bentuk layang-layang tidak terlalu banyak. Variasinya paling-paling pada sirip dan ekornya yang ditambahi asesoris lebih panjang. Sekarang, kita bisa melihat layang-layang dalam kreasi yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Ada yang berupa pesawat terbang, naga, bahkan kapal pesiar. Banyak hal baru disekitar kita. Kita sering tidak menyadari jika orang-orang disekitar kita terus berkreasi tanpa henti. Kita sering merasa semua yang ada pada diri kita sudah menjadi yang terbaik, padahal kita tidak memperhatikan kemajuan seperti apa yang telah berhasil diraih oleh orang lain. Pergilah ke festival layang-layang. Disana akan Anda temukan berbagai macam kreasi yang mencengangkan. Pergilah ke komunitas yang berisi orang-orang kreatif, maka kita akan menyadari bahwa kita harus lebih kreatif lagi. Bertemulah dengan orang-orang baik, maka kita akan terdorong untuk menjadi lebih baik. Mereka bukan sekedar mengajak kita untuk terbang, melainkan mengajarkan bagaimana caranya untuk terbang dalam keindahan perangai, dan perilaku positif lainnya.
5. Terbangkan layang-layangmu setinggi-tingginya. Saat bermain layang-layang, kita selalu ingin menerbangkannya setinggi mungkin. Kita biarkan mereka naik menuju ke langit tertinggi. Semakin tinggi, semakin baik. Mengapa begitu? Karena sudah menjadi sifat dasar kita untuk menyukai sesuatu yang bernilai tinggi. Kualitas tinggi. Daya juang tinggi. Nilai-nilai pribadi yang tinggi. Akhlak dan moral yang tinggi. Bahkan kita menyebut perilaku manusia yang menyerupai binatang sebagai moral yang rendah. Mengumbar nafsu. Tidak tahu malu. Serakah. Semuanya tidak cocok dengan cetak biru kepribadian kita. Secara inheren kita memahami bahwa manusia diciptakan dengan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahluk lainnya. Oleh sebab itu, sudah sepantasnya jika perilaku dan tindak tanduk kita mencerminkan hal itu. Jika kita tergoda untuk melakukan perbuatan ‘mirip binatang’, ingatlah bahwa kita diciptakan dengan derajat yang lebih tinggi dari mereka. Pantas jika kita belajar membebaskan diri dari perilaku dan nafsu hewani. Karena Tuhan, telah menciptakan kita dalam derajat dan tingkatan yang jauh lebih tinggi. Pantasnya, dengan semua ketinggian yang sudah Tuhan anugerahkan itu, kita bisa belajar untuk semakin mempertinggi nilai kemanusiaan kita. Karena Tuhan itu tinggi, dan tidak ada yang lebih tinggi darinya. Dan Dia, hanya bisa dicapai oleh pribadi-pribadi yang memiliki akhlak mulia yang tercermin dalam perilakunya yang bernilai tinggi.
Setiap hari, kita berhadapan dengan tempaan dan terpaan angin kehidupan. Kita sering ingin berhenti karena jengah menghadapi cobaan yang datang bertubi-tubi. Padahal, cobaan yang kita hadapi itu adalah jalan menuju kepada tingkatan nilai pribadi yang lebih tinggi. Guru kehidupan saya pernah mengingatkan;”Janganlah engkau mengira dirimu sebagai orang yang baik, padahal Tuhan belum mengujimu dengan cobaan-cobaan yang menyulitkan.” Guru saya benar. Betapa mudahnya untuk menjadi baik ketika keadaan sedang serba indah. Namun, cobalah sesekali membayangkan seandainya kehidupan kita tidak sebaik itu. Apakah kita bisa menjadi pribadi yang juga baik? Semoga kita dapat menjalani setiap ujian dan cobaan hidup dengan sebaik-baiknya. Dan kita lulus untuk naik ke tingkatan yang lebih tinggi.
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman - 2 Agustus 2011

1 comment:

surya maulana said...

aku juga mau, pasti rasanya bebas bgt

Hukum Tabur Tuai

Ingatlah hukum dasar ini, dalam kehidupanmu  Barang siapa yang menanam, dia pula yang akan menuai