Kondisi lalu lintas di Jakarta semakin terkesan tidak kondusif dan tidak efesiensi, efesiensi disini efesiensi dalam hal waktu, dan biaya yang perlu dikeluarkan akibat kemacetan, serta permasalahan pembuangan gas emisi yang meningkat akibat kemacetan, beberapa hal yang menyebabkan kemacetan yaitu tidak disiplinnya para pengendara jalan, seperti adanya keinginan untuk cepat sampai pada tujuan, mengejar target setoran, tanpa memperhatikan kepentingan umum, mobil dan motor tidak mau saling mengalah untuk menggunakan ruas jalan, kendaraan umum yang berhenti bukan pada tempatnya [bukan di Halte], adanya genangan air yang menggangu sehingga para pengendara motor berusaha menepi terlebih dahulu, tanpa memperhatikan banyak kendaraan lain yang menunggu untuk melalui ruas jalan tersebut dan masih banyak hal-hal lainnya.
Sebenarnya budaya masyarakat Jakarta yang tidak teratur bisa diatasi dengan ketegasan serta komitmen dari para aparat pengatur jalan raya, dalam menerapkan budaya disiplin dengan aturan yang ketat membutuhkan waktu yang tidak singkat, butuh proses dan waktu, tidak bisa hanya beberapa bulan saja, sampai saat ini para aparat penegak hukum kurang didukung oleh teknologi yang memadai, buktinya saja di Jakarta banyak pelanggar rambu lampu merah, namun tidak ditindak, dan itu menjadi suatu kebiasaan yang berulang-ulang, dan dianggap hal yang lumrah, saat ini para aparat membutuhkan teknologi yang handal dan sumber daya yang kompeten dibidangnya, sehingga bisa membantu dalam mengatasi kebiasaan-kebiasaan yang merugikan kepentingan umum.
Lalu lintas Jakarta dahulu ditanggani oleh instansi departemen perhubungan dan kepolisian , yang bertugas mengamankan lalu lintas supaya berjalan dengan tertib dan teratur, namun sekarang ada UU baru yaitu undang-undang No: 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, departemen riset dan teknologi juga bertanggung jawab untuk hal ini, dan tentunya undang-undang ini juga perlu didukung oleh masyarakat sebagai pengguna langsungnya, badan-badan tersebut adalah badan yang paling bertanggung jawab untuk memperbaiki permasalahan kemacetan selama ini, dari pengamatan yang ada seharusnya ada satu departemen lagi yang perlu diikut sertakan dalam proses penanggulangan permasalah tersebut, yakni departemen pengindustrian dan perdagangan, yang harus ikut serta dalam penetapan target produksi kendaraan setiap tahunnya, sehingga ikut berpartisipasi dalam mengontrol jumlah kendaraan yang diperbolehkan untuk diproduksi.
Untuk mengatasi kemacetan di Jakarta, terdapat beberapa alternatif yang bisa membantu dalam memperbaiki permasalahan tersebut, yaitu penerapan jalur busway – hal ini sudah diterapkan, namun masih dipandang kurang efektif, karena jalur busway yang tersedia masih bisa diakses dengan kendaraan lainnya, serta kurangnya manajemen jumlah kendaraan pada saat peak working hour, sehingga masih terlihat penumpukan jumlah penumpang dalam 1 bus (saat ini kapasitas angkut bus Transjakarta hanya berkisar 1.000 sampai 4.000 orang dalam satu jam menuju ke satu arah, padahal, kapasitas angkut ideal mencapai 10.000 orang untuk satu jam menuju ke satu arah,” kata Budi Kuncoro), alternatif lain adalah menerapkan kereta massal yang cepat (MRT) , dinegara luar, hal ini sudah banyak yang mengimplementasi dan sukses, namun memang untuk project ini membutuhkan dana yang besar, serta perencanaan yang matang
MRT mengatasi jumlah daya angkut penumpang, serta waktu angkut yang lebih cepat, alternatif lainnya adalah pembatasan jumlah kendaraan pribadi serta jumlah produksi kendaraan, yang merupakan bagian dari keputusan pemerintah yang memerlukan undang-undang yang jelas terlebih dahulu, begitu pula halnya dengan kebijakan dalam pembatasan usia kendaraan, bila sudah melewati masa yang telah ditentukan, kendaraan yang bersangkutan tidak diperbolehkan jalan, jadi masyarakat di didik untuk memanfaatkan transportasi umum, alternatif lainnya adalah perbaikan dalam penyediaan infrastruktur lalu lintas yang baik dan tidak asal-asalan, misalnya pemadaman listrik yang sekarang masih berpengaruh pada rambu lampu merah, serta jalur jalan raya yang masih banyak rusak yang memerlukan perbaikan segera
Conclusion :
Sampai sekarang Jakarta belum menunjukkan hal perbaikan yang signifikan dalam masalah kemacetan, dan sudah waktunya Jakarta perlu melakukan perubahan dalam layanan transportasi umum, kita bisa berguru pada negara-negara yang sudah berhasil menerapkan solusi atas masalah kemacetan, dan kalau Jakarta bisa mengimplementasi kesemua alternatif tersebut secara terpadu dan berkesinambungan, niscaya Jakarta dimasa depan pasti bisa terlepas dari kemacetan, kalau tidak Jakarta akan selalu mengalami kemacetan dan lama kelamaan akan terjadi macet total, jadi intinya adalah mengembangkan transportasi umum yang nyaman, aman, cepat dan massal, sehingga secara otomatis akan mengurangi jumlah penggunaan kendaraan pribadi, perbaikan dalam kualitas hidup, pengurangan polusi kendaraan, pengurangan penggunaan bahan bakar, dan peningkatan waktu kerja.
References :
http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2004/12/18/brk,20041218-10,id.html
http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/11/17/12022117/2010..Menristek.dan.Mendag.Ikut.Tanggung.Jawab.Soal.Lalin
http://www.dephub.go.id/perundangan/images/stories/doc/uu/uu_no.22_tahun_2009.pdf
http://www.kompas.com/read/xml/2008/01/21/20205554/kapasitas.angkut.busway.harus.ditambah
http://ardypurnawansani.wordpress.com/2008/05/26/efektifkah-subway/
http://www.jakarta.go.id/v70/index.php/en/tentang-jakarta/jakarta-masa-depan/64-mrt-jak