“Sesama bis kota dilarang saling mendahului,” dulu dikaca belakang bis umum selalu ada tulisan seperti itu. Saya selalu tergelitik setiap kali ingat kalimat itu. Mengapa ‘sesama bis kota’, ya? Tapi benar juga, soalnya bis kota kan tidak mungkin saling mendahului dengan kereta api. Apalagi dengan pesawat terbang. Meski sekarang sudah tidak ada lagi tulisan seperti itu, tetapi tidak berarti kalimat itu tidak relevan lagi. Khususnya bagi kita yang bukan pengemudi bis kota. Lho, kok kita? Iya, karena perilaku ‘mengemudi’ ugal-ugalan yang kita lakukan dalam mengarungi roda kehidupan sering jauh lebih parah dari persaingan antar bis kota. Persis seperti bis kota yang bersaing dengan sesama bis kota, kita hanya bersaing dengan sesama kita juga. Dan, persaingan kita sering dikasih bonus berupa rasa iri didalam hati.
Persaingan terjadi dimana-mana. Di panggung politik. Di lingkungan tempat tinggal. Di kantor. Dimana saja. Zaman sekarang, kita sudah jarang melihat persaingan yang sportif. Contoh tidak sportif yang paling buruk ada di panggung politik yang penuh dengan intrik. Disusul oleh persaingan dikantor yang sering dicederai oleh manuver-manuver kotor. Di lapangan olah raga, sesekali kita juga melihat ada noda. Mungkin sudah saatnya kita galakan lagi semangat bersaing secara sportif. Bagi kebanyakan orang sportivitas itu bukan dalam konteks panggung politik atau lapangan olah raga, melainkan dalam persaingan dengan teman di kantor. Bagi Anda yang tertarik untuk menemani saya belajar bersaing dengan teman di kantor secara sportif, saya ajak untuk memulainya dengan menerapkan 5 prinsip Natural Intellligence berikut ini:
1. Mencari kelebihan sang pesaing. Dalam bersaing, kebanyakan orang gemar mencari-cari kesalahan orang lain. Padahal, kesalahan orang lain sama sekali tidak memberi energy positif bagi diri kita. Belajarlah untuk mencari kelebihan dan keunggulan orang lain. Dengan begitu kita akan semakin termotivasi untuk terus meningkatkan diri. Inti dari sebuah persaingan bukan sekedar bisa ‘meraih’ sesuatu yang diperebutkan, melainkan ‘bisa melakukan apa’ dengan sesuatu yang kita raih itu. Setelah meraihnya, kita bisa apa. Salah satu sumber kekecewaan kita kepada para ‘juara’ adalah ketika kita tahu bahwa setelah memenangkan persaingan itu, ternyata sang juara tidak bisa melakukan sesuatu yang kita harapkan. Maka ketika kita yang menjadi juaranya, orang lain juga memiliki tuntutan yang sama kepada kita. Hanya jika kita benar-benar ‘mampu’ saja orang lain akan menghargai ‘kemenangan’ kita. Jika tidak? Mereka akan berpaling kepada orang lain sekalian berharap kita segera tergantikan. Maka carilah kelebihan yang dimiliki oleh orang lain. Dan jadikan hal itu motivasi untuk terus meningkatkan kualitas diri.
2. Menggandeng tangan sang pesaing. Dijalan-jalan, sekarang kita sudah mulai melihat banyak bis gandengan. Ada 2 bis yang berjalan bersama-sama. Dengan bis gandeng itu, lebih banyak penumpang yang bisa diangkut dalam satu waktu. Lebih sedikit bahan bakar yang dihabiskan. Dan lebih efisien tenaga sopir yang dikeluarkan. Ini adalah symbol indahnya sinergi yang bisa kita bangun dengan sesama pesaing kita. Mari kita tengok teman-teman yang menjadi pesaing terkuat di kantor. Bagaimana kalau kita konversi saja energy untuk saling menyalip itu dengan kesediaan untuk berkolaborasi. Dijamin, manfaat yang bisa kita kontribusikan kepada perusahaan akan jauh lebih baik dibandingkan dengan ketika kita sama-sama ngotot untuk saling sikut. Tapi kan jabatan yang diperebutkan hanya ada satu. Yang diperlukan oleh perusahaan bukanlah sekedar kemampuan untuk mengalahkan pesaing. Tetapi ada soft skill yang jarang dimiliki orang namun sangat penting, yaitu; ‘mengelola kekuatan orang lain’. Ketika Anda mendemonstrasikan kemauan dan kemampuan untuk berkolaborasi dengan pesaing terkuat Anda; maka Anda sudah menunjukkan kemampuan langka itu.
3. Berikan pujian yang tulus kepada pesaing. Saat bersaing, kita sering enggan untuk memberi pujian kepada lawan. Padahal, pujian memberikan efek energy positif bagi kedua belah pihak. Lebih dari itu, pujian tulus yang kita lontarkan bagi orang lain mengundang simpati pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan secara langsung. Jika saya memuji Anda dengan tulus hati, maka bukan hanya Anda yang bisa merasakan ketulusan saya. Orang-orang lain yang melihat saya memuji Anda pun merasakan hal yang sama. Sebagai bonusnya, orang lain itu mempunyai kesan yang positif terhadap saya. Sama halnya jika pujian atau kredit poin tulus itu Anda yang memberikan kepada pesaing Anda. Dan biarkan orang lain mengetahui Anda melakukan itu. Maka selain Anda bisa membangun hubungan emosi positif dengan pesaing Anda, maka orang-orang lain yang ‘berada di luar arena’ akan memberikan simpatinya kepada Anda. Bagaimana jika pujian itu malah membuat pesaing Anda semakin besar kepala? Bagus. Karena semua orang akan semakin tahu kualitas yang sesungguhnya. Bukankah orang menyukai sifat sportif dan ketulusan?
4. Menyokong kemajuan pesaing. Menjegal langkah orang lain? Ah, itu sudah terlampau biasa kita temukan. Selain bukan perilaku bermartabat, itu juga tidak menunjukkan keunggulan apa-apa. Kualitas kepemimpinan seseorang justru terlihat dari kemampuannya untuk menyokong kemajuan orang lain. Mengapa harus begitu? Karena menjadi pemimpin adalah tentang bagaimana membantu orang-orang yang kita pimpin maju lebih pesat dan mengembangkan dirinya lebih cepat. Mengapa banyak pemimpin yang tidak mampu untuk mengembangkan bawahannya? Karena sebelum menjadi pemimpin mereka tidak belajar menyokong kemajuan orang lain. Maka jadikanlah pesaing terdekat Anda sebagai ‘murid’ yang bisa Anda gunakan untuk berlatih mengembangkan orang lain. Jika memang dia pesaing hebat, tentu dia punya bakat. Sehingga Anda dijamin akan berhasil mengembangkannya. Dan itu adalah prestasi kepemimpinan yang layak Anda rayakan. Lalu Anda pikirkan lagi, “aspek apa lagi yang bisa Anda kembangkan dari pesaing yang satu ini?” Secara tidak langsung, Anda telah menempa diri sendiri menjadi seorang pemimpin sejati.
5. Adopsi kualitas yang mutlak harus dimiliki seorang pemimpin. Ada satu hal yang sulit untuk dipahami, namun harus kita terima dengan lapang dada. Apakah itu? Itu adalah fakta bahwa yang mendapatkan promosi di kantor, tidak selalu merupakan orang yang paling terampil. Tidak juga selalu orang yang pencapaian kerjanya paling tinggi. Misalnya, orang yang menjadi Sales Manager tidaklah selalu orang yang persentase pencapaian salesnya paling tinggi. Mungkin hanya 101% saja. Fakta ini sering membuat mereka yang meraih sales 110% uring-uringan. Mengapa? Karena mereka tidak faham bahwa untuk memimpin, dibutuhkan banyak aspek. Bukan sekedar angka-angka diatas kertas. Lihatlah point 1,2,3 dan 4 yang baru kita bahas. Itu adalah aspek-aspek lain yang mutlak dibutuhkan dari seorang pemimpin. Karena kepemimpinan bukanlah soal penguasaan aspek-aspek teknis belaka. Melainkan sebuah seni mengelola orang lain, mengenali potensi-potensi mereka, dan menggunakannya untuk mencapai tujuan perusahaan.
Tanpa disadari, kita sering menganggap teman sebagai ancaman. Ambisi-ambisi pribadi kita sering membisikan jika mereka bisa menjadi penghalang atas apa yang kita inginkan. Mulai sekarang, mari kita ubah cara pandang terhadap para pesaing. Bantulah mereka untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Tolonglah mereka untuk bisa menghasilkan kinerja yang lebih tinggi. Doronglah mereka untuk terus berprestasi. Kembangkanlah mereka, karena itulah hakekat kemimpinan yang harus Anda miliki didalam diri Anda.
Referensi
No comments:
Post a Comment